Arsip Blog

Selasa, 22 Januari 2013

Apa Hukum Merayakan MAULID NABI ?



Perbuatan ini termasuk kedalam Perbuatan Bid’ah dan diharamkan. Mengapa?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjawab:
Malam kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak diketahui secara pasti. Sebagian Ulama menyimpulkan bahwa malam kelahiran Rasulullah adalah 9 Rabi’ul Awwal bukan 12 Rabi’ul Awwal.

Adapun hadits Jabir dan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma yang menerangkan bahwa tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tanggal 12 Rabiul Awal tidak shahih. Kalaulah shahih, tentu akan menjadi hakim (pemutus perkara) dalam masalah ini. Akan tetapi, Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang hadits tersebut, “Sanadnya terputus.” (al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Rajab hlm. 184-185)

Dari sisi syariat juga tidak pernah ada dasarnya tentang merayakan Maulid Nabi. Bila Maulid Nabi ini termasuk syariat Allah, maka sudah sejak dulu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sudah menyampaikan kepada umatnya untuk melakukannya dan pasti perayaan ini akan terjaga hingga saat ini. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran dan Kami lah yang menjaganya.” (QS. Al-Hijr: 9)



الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي



 “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku kepada kalian.” (QS. Al-Maa’idah: 3) .  

Barang siapa yang mengklaim acara maulid ini termasuk kesempurnaan agama dan ternyata ia terjadi setelah wafatnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sesungguhnya ucapannya itu mengandung pendustaan terhadap ayat yang mulia ini.

Agama ini sudahlah amat SEMPURNA, maka dari itu JANGANLAH KITA MENAMBAH-NAMBAHI ibadah yang tidak di syariatkan dan JANGAN PULA MENGURANGINYA.

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memimpin kalian adalah budak Habsyi. Karena barangsiapa yang hidup di antara kalian setelahku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, kalian wajib berpegang pada sunnahku dan sunnah Khulafa’ur Rosyidin yang mendapatkan petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat. (HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud dan Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)