Arsip Blog

Selasa, 26 Februari 2013

Akal dan Agama Mana Yang Mengatakan “Ngebom” Itu Jihad?





Beberapa tahun yang silam pernah terjadi pengeboman dan perusakan di kota Riyadh, saat itulah Syeikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr angkat suara, “Alangkah miripnya kata tadi malam dengan semalam. Sesungguhnya peristiwa pemboman dan perusakan di kota Riyadh dan senjata-senjata lain yang digunakan di kota Makkah maupun Madinah pada awal tahun ini (1424 H, sekitar tahun 2003) merupakan hasil rayuan setan yang berupa bentuk meremehkan atau berlebih-lebihan dalam beragama. Sejelek-jeleknya perbuatan yang dihiasi oleh setan adalah yang mengatakan bahwa pengeboman dan perusakan adalah bentuk jihad. Akal dan agama mana yang menyatakan membunuh jiwa, memerangi kaum muslimin, memerangi orang-orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin, membuat kekacauan, membuat wanita-wanita menjanda, menyebabkan anak-anak menjadi yatim, dan meluluhlantakkan bermacam bangunan sebagai jihad[?]”
 
Hal yang sama terjadi di tengah-tengah kita beberapa waktu yang lalu. Akibat bom yang diduga bom bunuh diri, akhirnya meluluhlantakkan dua buah hotel yang dihuni oleh non muslim, namun tidak sedikit pula orang muslim yang jadi korban. Pada tulisan yang singkat ini, kami akan membuktikan apakah betul ngebom atau bom bunuh diri semacam itu bisa termasuk jihad. Padahal di dalamnya terdapat beberapa pelanggaran dilihat dari dalil syar’i yaitu membunuh sesama muslim, melakukan bunuh diri dan juga membunuh orang kafir yang melakukan perjanjian dengan kaum muslimin. Silakan simak tulisan selanjutnya.

Beratnya Hukuman Pembunuhan Menurut Syariat Sebelum Islam

Allah Ta’ala berfirman mengenai kedua anak Adam yang saling membunuh (yang artinya), “Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah. Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.” (QS. Al Maidah: 30)
Begitu pula hukuman keras bagi Bani Israel yang membunuh seorang manusia, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al Maidah: 32)


Membunuh Seorang Muslim Tanpa Melalui Jalan yang Benar

Membunuh seorang muslim adakalanya dengan cara yang dibenarkan dan adakalanya tidak demikian. Membunuh dengan cara yang dibenarkan adalah jika pembunuhan tersebut melalui qishash atau hukuman had. Sedangkan membunuh tidak dengan cara yang benar bisa saja secara sengaja atau pun tidak.
Mengenai pembunuhan dengan cara sengaja, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An Nisa’: 93)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Musnahnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim.” (HR. Muslim, An Nasa’i dan At Tirmidzi. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2439, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya penduduk langit dan bumi bersekongkol untuk membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akan menelungkupkan mereka ke dalam neraka.” (HR. At Tirmidzi. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2442, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi)
Dari ‘Ubadah bin Ash Shoomit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membunuh seorang mukmin lalu dia bergembira dengan pembunuhan tersebut, maka Allah tidak akan menerima amalan sunnah juga amalan wajibnya.” (HR. Abu Daud. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2450, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, 6/252)
Adapun untuk pembunuhan terhadap seorang mukmin secara tidak sengaja, maka Allah telah memerintahkan untuk membayar diat dan kafarat. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tidak sengaja, dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tidak sengaja (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisaa’: 92)

Mengenai Seorang Muslim yang Bunuh Diri

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An Nisa’: 29-30)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya kelak pada hari kiamat Allah akan menyiksanya dengan cara seperti itu pula.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Contohnya adalah orang yang mati bunuh diri karena mencekik lehernya sendiri atau mati karena menusuk dirinya dengan benda tajam. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan mencekik lehernya, maka ia akan mencekik lehernya pula di neraka. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara menusuk dirinya dengan benda tajam, maka di neraka dia akan menusuk dirinya pula dengan cara itu.” (HR. Bukhari no. 1365)

Hukum Membunuh Orang Kafir 

Orang-orang kafir yang haram untuk dibunuh adalah tiga golongan:
  1. Kafir dzimmi (orang kafir yang membayar jizyah/upeti yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin).
  2. Kafir mu’ahad (orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati).
  3. Kafir musta’man (orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin).
Sedangkan orang kafir selain tiga di atas yaitu kafir harbi, itulah yang boleh diperangi. Berikut kami tunjukkan beberapa dalil yang menunjukkan haramnya membunuh tiga golongan kafir di atas secara sengaja.


[Larangan Membunuh Kafir Dzimmi yang Telah Menunaikan Jizyah]

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

[Larangan Membunuh Kafir Mu’ahad yang Telah Membuat Kesepakatan untuk Tidak Berperang]

Al Bukhari membawakan hadits dalam Bab “Dosa orang yang membunuh kafir mu’ahad tanpa melalui jalan yang benar”. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)

[Larangan Membunuh Kafir Musta’man yang telah mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin]

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah: 6)
Dari ‘Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dzimmah kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun) ”. (HR. Bukhari dan Muslim)
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudkan dengan dzimmah dalam hadits di atas adalah jaminan keamanan. Maknanya bahwa jaminan kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah sah (diakui). Oleh karena itu, siapa saja yang diberikan jaminan keamanan dari seorang muslim maka haram atas muslim lainnya untuk mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam jaminan keamanan.” (Syarh Muslim, 5/34)
Adapun membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian dengan kaum muslimin secara tidak sengaja, Allah Ta’ala telah mewajibkan adanya diat dan kafaroh sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisaa’: 92)
Setelah kita melihat pembahasan di atas, pantaskah kita mengatakan bahwa perbuatan ngebom atau bom bunuh diri, lalu yang menjadi korban adalah saudara sesama muslim atau orang non muslim yang mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin, apakah ini semua dapat disebut JIHAD[?] Semoga Allah selalu member taufik dan hidayah kepada kita semua untuk memahami agama ini dengan benar dan semoga Allah menunjuki kita kepada jalan yang lurus. 

[Muhammad Abduh Tuasikal]
Sumber :

Sabtu, 23 Februari 2013

Jumat, 22 Februari 2013

Mengagungkan Sunnah




     Sunnah memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Karena sudah jelas, Sunnah adalah penjabaran dan penjelas Al Qur’anul Kariim. Sunnah merupakan sumber Islam kedua setelah Al Qur’an. Tanpa memahami Sunnah, seseorang tidak akan menjadi seorang Muslim yang baik  dan tidak bisa mengamalkan Islam dengan benar.

Pengertian Sunnah

   Sunnah disini yang dimaksud adalah segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, baik ucapan, perbuatan, dan ketetapan beliau. Secara umum, manusia dalam menyikapi sunnah Nabi tergolong menjadi 3 golongan :

1.      Golongan yang Mengagungkan Sunnah Nabi dengan Benar

   Golongan ini adalah orang yang mau mempelajari, memahami, meneladani, dan mengamalkan sunnah beliau. Orang-orang ini telah bersyahadat : “Asyhadu Anna Muhammadarrasulullah” (Aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah) konsekuensinya mereka harus mengagungkan sunnah Nabi. Jalan yang benar dalam mengagungkan sunnah beliau adalah dengan mempelajari, meneladani, dan mengamalkan sunnah beliau.

   “Dan tidaklah pantas bagi seorang Mukmin dan Mukminah untuk memiliki pilihan yang lain apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan.”  (QS. Al-Ahzab:36)


   “Barang siapa mentaati Rasul, maka ia sesungguhnya telah mentaati Allah.” (QS. An-Nisa:80)


   “Segala apa yang dibawa Rasul, maka ambillah. Dan segala yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr:7)

   Diantara orang-orang yang termasuk golongan ini adalah para sahabat Nabi shalallahu’alaihi wasallam, Anas bin Malik berkata : “Tidak ada seorang pun yang paling dicintai oleh para sahabat Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam melebihi beliau (Nabi) shalallahu’alaihi wasallam. Akan tetapi jika mereka melihat  Nabi shalallahu’alaihi wasallam, mereka tidak berdiri untuk menghormati beliau, karena mereka mengetahui bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam membenci perbuatan tersebut.” (HR. At- Tirmidzi dan Ahmad)

   Dari perkataan Anas bin Malik diatas kita bisa mengetahui para sahabat adalah orang yang paling mencintai dan mengagungkan sunnah Nabi. Dan yang paling mengetahui bagaimana cara mengagungkan dan mencintai Nabi. Maka sepatutnya kita mencontoh para sahabat dalam mengagungkan sunnah Nabi.

2.      Golongan yang Mengagungkan Sunnah Nabi dengan Cara yang Salah

   Golongan yang kedua ini adalah orang-orang yang tahu bahwa mengagungkan sunnah Nabi ini adalah suatu kewajiban, namun tidak mengetahui cara yang benar dalam mengagungkan sunnah Nabi shalallahu’alaihi wasallam. Mereka mengagungkan sunnah Nabi dengan cara-cara yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi dan bahkan dilarang dalam syariat Islam. Mereka membuat perayaan   /   acara-acara tertentu yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dan juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi. Sehingga pada hakekatnya mereka telah melakukan perbuatan BID’AH (Sesuatu yang mengada-ada).

   Contoh yang sering dilakukan adalah seperti melakukan perayaan Maulid Nabi shalallahu’alaihi wasallam. Niat mereka memang baik, bertujuan mengagungkan Nabi dan sunnahnya. Akan tetapi caranya tidak benar, karena tidak ada tuntunannya. Seandainya perayaan itu baik, maka para sahabat pasti sudah melakukannya karena para sahabatlah yang paling mencintai beliau dan sunnahnya.

   Contoh lain adalah memuji dan mensifati beliau secara berlebihan, dengan menganggap memiliki kemampuan tertentu yang sebenarnya Allah tidak memberikan kemampuan tersebut kepadanya. Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian memuji diriku secara berlebihan dan melampaui batas, sebagaimana orang-orang Nashara melampaui batas memuji Nabi Isa putra Maryam, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah : (Muhammad) hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)

3.      Golongan yang Meremehkan Sunnah Nabi

   Golongan yang ketiga ini adalah yang menolak dan tidak mau mengamalkan sunnah beliau. Mereka meremehkan dan mengejek sunnah Nabi shalallahu’alaihi wasallam. Seperti misalnya orang-orang yang memelihara jenggot diejek seperti kambing, lelaki memakai pakaian yang tidak menutupi mata kaki diejek kebanjiran, dan ejekan-ejekan lainnya yang pada hakikatnya adalah sunnah Nabi shalallahu’alaihi wasallam.

Abu Abdillah Muhammad bin Ismalil At-Taimy juga bercerita : “Aku pernah membaca dalam sebagian kisah, bahwa pernah ada seorang ahlul bid’ah tatkala mendengar sabda Nabi shalallahu’alaihi wasallam : “Apabila salah seorang di antara kamu bangun dari tidur, maka janganlah ia mencelupkan tangannya kedalam bejana sehingga ia mencucinya terlebih dahulu, karena dia tidak mengetahui di mana tangannya bermalam.”

   Maka ahli bid’ah itu berkata dengan nada mengejek : “Aku mengetahui dimana tanganku bermalam, yaitu di atas tempat tidur !!” Pada suatu pagi, didapati orang tersebut bangun tidur dalam keadaan tangannya telah masuk ke dalam duburnya sampai ke pergelangan tangannya (Ta’zhimus sunnah, karya Abdul Qoyyum As-Suhaiban). Inilah sebagai hukuman langsung kepada orang yang mengejek dan meremehkan sunnah Nabi shalallahu’alaihi wasallam.

Itulah ketiga golongan manusia dalam menyikapi sunnah Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam. Diantara ketiga golongan tersebut, jadilah golongan yang pertama, yaitu golongan yang mengagungkan sunnah Nabi dengan cara yang benar.

   Demikian penjelasan yang singkat ini. Semoga kita selalu diberi petunjuk oleh Allah. Aamiiiiin.

[Muhammad Rezki Hr*]

Sumber : Buletin At Tauhid

Kamis, 21 Februari 2013

Inilah Bukti Kesesatan Syi'ah: STRATEGI SYI’AH UNTUK MERUNTUHKAN ISLAM DAN KAUM M...

Inilah Bukti Kesesatan Syi'ah: STRATEGI SYI’AH UNTUK MERUNTUHKAN ISLAM DAN KAUM M...: Tidak asing lagi bagi kita bahwa membongkar segala bentuk kesesatan dan para pelakunya merupakan suatu kewajiban berdasarkan ijma’ kaum m...

Inilah Bukti Kesesatan Syi'ah: Mirip (menyerupai) Kristen!

Inilah Bukti Kesesatan Syi'ah: Mirip (menyerupai) Kristen!

Inilah Bukti Kesesatan Syi'ah: Ratapan Ulama Syi'ah

Inilah Bukti Kesesatan Syi'ah: Ratapan Ulama Syi'ah: Ulama Syi'ah meratapi keramik baru yang di pasang di sekitar makam Husein

Inilah Bukti Kesesatan Syi'ah: Syi'ah Hamba Kuburan

Inilah Bukti Kesesatan Syi'ah: Syi'ah Hamba Kuburan: Beberapa pendeta syi'ah sedang bersimpuh di kuburan imam mereka

Kekeliruan Seputar Shalat Tarawih



http://507-jogja.blogspot.com/

   Setelah ana jelaskan tuntunan shalat tarawih, sekarang ana mau bagi ilmu seputar kekeliruan shalat tarawih yang sering dilakukan pada umumnya.

   Berikut beberapa kekeliruan saat pelaksanaan shalat tarawih berjama’ah dan tidak ada dasarnya dari Nabi shalallahu’alaihi wa sallam .

1.       Dzikir berjama’ah di antara sela-sela shalat tarawih. Syaik ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz berkata, “Tidak diperbolehkan jama’ah membaca dzikir berjama’ah. Akan tetapi yang tepat adalah jama’ah berdzikir sendiri-sendiri tanpa dikomandoi seseorang. Karena ini termasuk perbuatan yang tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam yang suci ini”. (Majmu’ Fatawa Ibni Baz,  11:190).

2.       Melafadzkan Niat selepas shalat tarawih. Imam Nawawi berkata, “Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat dalam HATI, tidak disyaratkan untuk diucapkan dan pendapat ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.” (Rowdhotuth Tholibin, 1:268)

3.       Memanggil jama’ah dengan ‘ash sholaatul jaami’ah. Tidak ada tuntunan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan ‘ash sholaatul jaami’ah’. Ini adalah perkara BID’AH (yang diada-adakan) (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqqhiyah, 27:140).

4.       Mengkhususkan dzikir atau do’a tertentu antara sela-sela duduk shalat tarawih, apalagi dibaca secara berjama’ah. Ini tidak ada tuntunannya sama sekali. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqqhiyah, 27:144).
   Semoga Allah selalu memberikan kita petunjuk yang benar. Wallahu waliyyut taufiq
[Muhammad Abduh Tuasikal]

Sumber : Buletin At Tauhid