Perbuatan ini termasuk kedalam Perbuatan Bid’ah dan
diharamkan. Mengapa?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin
rahimahullah menjawab:
Malam kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak diketahui secara pasti.
Sebagian Ulama menyimpulkan bahwa malam kelahiran Rasulullah adalah 9 Rabi’ul Awwal
bukan 12 Rabi’ul Awwal.
Adapun hadits Jabir dan Ibnu Abbas radhiallahu
‘anhuma yang menerangkan bahwa tanggal kelahiran Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah tanggal 12 Rabiul Awal tidak shahih.
Kalaulah shahih, tentu akan menjadi hakim (pemutus perkara) dalam masalah ini.
Akan tetapi, Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang hadits tersebut,
“Sanadnya terputus.” (al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Rajab hlm.
184-185)
Dari sisi syariat juga tidak pernah ada dasarnya tentang merayakan Maulid Nabi. Bila Maulid Nabi ini termasuk syariat Allah, maka sudah sejak dulu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sudah menyampaikan kepada umatnya untuk melakukannya dan pasti perayaan ini akan terjaga hingga saat ini. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran dan Kami lah yang menjaganya.” (QS. Al-Hijr: 9)
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي
“Pada hari ini Aku telah
sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku kepada
kalian.” (QS. Al-Maa’idah: 3) .
Barang siapa yang mengklaim acara maulid ini termasuk kesempurnaan agama dan ternyata ia terjadi setelah wafatnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sesungguhnya ucapannya itu mengandung pendustaan terhadap ayat yang mulia ini.
Barang siapa yang mengklaim acara maulid ini termasuk kesempurnaan agama dan ternyata ia terjadi setelah wafatnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sesungguhnya ucapannya itu mengandung pendustaan terhadap ayat yang mulia ini.
Agama ini sudahlah amat SEMPURNA, maka dari itu JANGANLAH
KITA MENAMBAH-NAMBAHI ibadah yang tidak di syariatkan dan JANGAN PULA
MENGURANGINYA.
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا
حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا
كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ
الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ
وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa
kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memimpin kalian adalah
budak Habsyi. Karena barangsiapa yang hidup di antara kalian setelahku, maka
dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, kalian wajib
berpegang pada sunnahku dan sunnah Khulafa’ur Rosyidin yang mendapatkan
petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham
kalian. Hati-hatilah
dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah
bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud no. 4607 dan
Tirmidzi no. 2676. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud dan
Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar