Beberapa
tahun yang silam pernah terjadi pengeboman dan perusakan di kota Riyadh, saat
itulah Syeikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr angkat suara, “Alangkah miripnya
kata tadi malam dengan semalam. Sesungguhnya peristiwa pemboman dan perusakan
di kota Riyadh dan senjata-senjata lain yang digunakan di kota Makkah maupun
Madinah pada awal tahun ini (1424 H, sekitar tahun 2003) merupakan hasil rayuan
setan yang berupa bentuk meremehkan atau berlebih-lebihan dalam beragama.
Sejelek-jeleknya perbuatan yang dihiasi oleh setan adalah yang mengatakan bahwa
pengeboman dan perusakan adalah bentuk jihad. Akal dan agama mana yang
menyatakan membunuh jiwa, memerangi kaum muslimin, memerangi orang-orang kafir
yang mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin, membuat kekacauan, membuat
wanita-wanita menjanda, menyebabkan anak-anak menjadi yatim, dan
meluluhlantakkan bermacam bangunan sebagai jihad[?]”
Hal
yang sama terjadi di tengah-tengah kita beberapa waktu yang lalu. Akibat bom
yang diduga bom bunuh diri, akhirnya meluluhlantakkan dua buah hotel yang
dihuni oleh non muslim, namun tidak sedikit pula orang muslim yang jadi korban.
Pada tulisan yang singkat ini, kami akan membuktikan apakah betul ngebom atau
bom bunuh diri semacam itu bisa termasuk jihad. Padahal di dalamnya terdapat
beberapa pelanggaran dilihat dari dalil syar’i yaitu membunuh sesama muslim,
melakukan bunuh diri dan juga membunuh orang kafir yang melakukan perjanjian
dengan kaum muslimin. Silakan simak tulisan selanjutnya.
Beratnya
Hukuman Pembunuhan Menurut Syariat Sebelum Islam
Allah
Ta’ala berfirman mengenai kedua anak Adam yang saling membunuh (yang
artinya), “Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh
saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah. Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang
yang merugi.” (QS. Al Maidah: 30)
Begitu
pula hukuman keras bagi Bani Israel yang membunuh seorang manusia, Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya), “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi
Bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena
orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang
siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al Maidah: 32)
Membunuh
Seorang Muslim Tanpa Melalui Jalan yang Benar
Membunuh
seorang muslim adakalanya dengan cara yang dibenarkan dan adakalanya tidak
demikian. Membunuh dengan cara yang dibenarkan adalah jika pembunuhan tersebut
melalui qishash atau hukuman had. Sedangkan membunuh tidak dengan
cara yang benar bisa saja secara sengaja atau pun tidak.
Mengenai
pembunuhan dengan cara sengaja, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan
barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah
Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An Nisa’: 93)
Dari
‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Musnahnya
dunia lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim.” (HR.
Muslim, An Nasa’i dan At Tirmidzi. Shahih At Targhib wa At Tarhib
no.2439, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari
Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Seandainya penduduk langit dan bumi bersekongkol untuk membunuh
seorang mukmin, niscaya Allah akan menelungkupkan mereka ke dalam neraka.”
(HR. At Tirmidzi. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2442, Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi)
Dari
‘Ubadah bin Ash Shoomit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa membunuh seorang mukmin lalu dia bergembira dengan
pembunuhan tersebut, maka Allah tidak akan menerima amalan sunnah juga amalan
wajibnya.” (HR. Abu Daud. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2450,
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Faidhul
Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, 6/252)
Adapun
untuk pembunuhan terhadap seorang mukmin secara tidak sengaja, maka Allah telah
memerintahkan untuk membayar diat dan kafarat. Hal ini berdasarkan firman Allah
Ta’ala (yang artinya), “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh
seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tidak sengaja, dan barang siapa
membunuh seorang mukmin karena tidak sengaja (hendaklah) ia memerdekakan
seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin,
maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia
(si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka
dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang
siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua
bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisaa’: 92)
Mengenai
Seorang Muslim yang Bunuh Diri
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
(QS. An Nisa’: 29-30)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh
dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya kelak pada hari
kiamat Allah akan menyiksanya dengan cara seperti itu pula.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Contohnya
adalah orang yang mati bunuh diri karena mencekik lehernya sendiri atau mati
karena menusuk dirinya dengan benda tajam. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri
dengan mencekik lehernya, maka ia akan mencekik lehernya pula di neraka.
Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara menusuk dirinya dengan benda tajam, maka
di neraka dia akan menusuk dirinya pula dengan cara itu.” (HR. Bukhari no.
1365)
Hukum
Membunuh Orang Kafir
Orang-orang
kafir yang haram untuk dibunuh adalah tiga golongan:
- Kafir dzimmi (orang kafir yang membayar jizyah/upeti yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin).
- Kafir mu’ahad (orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati).
- Kafir musta’man (orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin).
Sedangkan
orang kafir selain tiga di atas yaitu kafir harbi, itulah yang boleh
diperangi. Berikut kami tunjukkan beberapa dalil yang menunjukkan haramnya
membunuh tiga golongan kafir di atas secara sengaja.
[Larangan
Membunuh Kafir Dzimmi yang Telah Menunaikan Jizyah]
Dari
‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal
sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR.
An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
[Larangan
Membunuh Kafir Mu’ahad yang Telah Membuat Kesepakatan untuk Tidak Berperang]
Al
Bukhari membawakan hadits dalam Bab “Dosa orang yang membunuh kafir mu’ahad
tanpa melalui jalan yang benar”. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak
akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari
perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)
[Larangan
Membunuh Kafir Musta’man yang telah mendapat jaminan keamanan dari kaum
muslimin]
Allah
Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan jika seorang di antara
orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia
supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang
aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”
(QS. At Taubah: 6)
Dari
‘Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dzimmah
kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun) ”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
An
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudkan dengan dzimmah dalam
hadits di atas adalah jaminan keamanan. Maknanya bahwa jaminan kaum muslimin
kepada orang kafir itu adalah sah (diakui). Oleh karena itu, siapa saja yang
diberikan jaminan keamanan dari seorang muslim maka haram atas muslim
lainnya untuk mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam jaminan keamanan.”
(Syarh Muslim, 5/34)
Adapun
membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian dengan kaum muslimin secara
tidak sengaja, Allah Ta’ala telah mewajibkan adanya diat dan kafaroh
sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum
(kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah
si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh)
serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya,
maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara
tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(QS. An Nisaa’: 92)
Setelah
kita melihat pembahasan di atas, pantaskah kita mengatakan bahwa perbuatan
ngebom atau bom bunuh diri, lalu yang menjadi korban adalah saudara sesama
muslim atau orang non muslim yang mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin,
apakah ini semua dapat disebut JIHAD[?] Semoga Allah selalu member taufik dan
hidayah kepada kita semua untuk memahami agama ini dengan benar dan semoga
Allah menunjuki kita kepada jalan yang lurus.
[Muhammad Abduh Tuasikal]
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar