Arsip Blog

Jumat, 24 Mei 2013

PEMBATAL-PEMBATAL PUASA



1.      Makan dan minum dengan sengaja

   Makan dan minum yang dimaksudkan adalah dengan memasukkan apa saja ke dalam tubuh melalui mulut, baik yang dimasukkan adalah sesuatu yang bermanfaat (roti, makanan, dll), atau sesuatu yang diharamkan (rokok, khamr) –rokok termasuk pembatal puasa- , atau sesuatu yang tidak ada nilai manfaat atau bahaya (seperti potongan kayu).

   Jika orang yang berpuasa lupa, keliru, atau dipaksa, puasanya tidaklah batal. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Apabila seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, hendaklah dia tetap menyempurnakan puasanya karena Allah telah memberi dia makan dan minum.” (HR. Bukhari no. 1933 dan Muslim no. 1155)

   Yang juga termasuk makan dan minum adalah injeksi makanan melalui infus. Jika seseorang diinfus dalam keadaan puasa, batallah puasanya karena injeksi semacam ini dihukumi sama dengan makan dan minum.

2.      Muntah dengan sengaja

Dari Abu Hurairah, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang dipaksa muntah sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qodho’ baginya. Namun, apabila dia muntah dengan sengaja, maka wajib baginya mengqodho’.”  (HR. Abu Daud no. 2380)

3.      Haidh dan nifas

   Apabila seorang wanita mengalami haidh atau nifas di tengah-tengah berpuasa baik di awal atau di akhir hari puasa, puasanya batal. Apabila dia tetap berpuasa, puasanya tidak sah.
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Bukankah kalau wanita tersebut haidh, dia tidak sholat dan juga tidak menunaikan puasa?” Para wanita menjawab, “Betul.” Lalu beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah kekurangan agama wanita.” (HR. Bukhari no. 304)

   Jika wanita haidh dan nifas tidak berpuasa, ia harus mengqodho’ puasa dihari lainnya. Berdasarkan perkataan ‘Aisyah, “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqodho’ puasa dan tidak diperintahkan mengqodho’ sholat.” (HR. Muslim no. 335)

4.      Keluar mani dengan sengaja

Artinya mani tersebut dengan sengaja tanpa hubungan jima’ seperti  mengeluarkan mani dengan tangan, digesekkan pada perut atau paha, dengan cara disentuh atau dicium. Hal ini menyebabkan batalnya puasadan wajib mengqodho’, tanpa menunaikan kafaroh. Inilah pendapat ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Dalilnya adalah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“(Allah Ta’ala berfirman): ketika puasa ia meninggalkan makan, minum dan syahwat karena-Ku.” (HR. Bukhari no. 1894)

“Mengeluarkan mani dengan sengaja termasuk syahwat, sehingga pembatal puasa sebagaimana makan dan minum.” Lihat Syarhul Mumthi’ 6: 373-374. . .

5.      Berniat membatalkan puasa

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap orang hanyalah mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa berniat membatalkan puasa sedangkan ia dalam keadaan puasa, maka puasanya batal.” Al Muhalla, 6: 174. . .
Ketika puasa batal dalam keadaan seperti ini, maka ia harus mengqodho’ puasanya di hari lainnya.

6.      Jima’ (bersetubuh) di siang hari

Menurut mayoritas ulama, jima’ bagi orang yang berpuasa di siang hari bulan Ramadhan (di waktu berpuasa) dengan sengaja atas kehendaknya sendiri (bukan paksaan), mengakibatkan puasanya batal, wajib menunaikan qodho’ dan kafaroh. Terserah ketika itu keluar mani atau tidak. Wanita yang diajak hubungan jima’ dengan pasangannya (tanpa dipaksa), puasanya juga batal, tanpa ada perselisihan diantara ulama dalam masalah ini. Namun, yang menjadi perbedaan antara laki-laki dan perempuan apakah keduanya sama-sama dikenai kafaroh? Pendapat yang tepat adalah yang dipilih ulama Syafi’iyah dan Imam Ahmad dalam satu pendapatnya, bahwa wanita yang diajak bersetubuh di siang hari di bulan Ramadhan tidak dikenakan kafaroh, yang menanggung kafaroh adalah suaminya.

   Kafaroh yang harus dikeluarkan dengan urutan sbb.

a.       Membebaskan budak mukmin yang bebas dari cacat.
b.      Jika (a) tidak mampu, berpuasa 2 bulan berturut-turut.
c.       Jika (b) tidak mampu, memberi makan kepada 60 orang miskin. Setiap orang miskin mendapatkan 1 mud (1 mud = ¼ sho’. Satu sho’ kira-kira sama dengan 3kg. Sehingga satu mud sama dengan 0,75 kg) makanan).

Jika orang yang jima’ di siang hari di bulan Ramadhan tidak mampu melaksanakan kafaroh di atas, kafaroh tersebut tidaklah gugur, namun tetap wajib baginya sampai dia mampu melaksanakannya. Hal ini diqiyaskan dengan bentuk utang-piutang dan hak-hak yang lain.
 

                                                        

Facebook Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar