Arsip Blog

Minggu, 19 Mei 2013

SYARAT DAN RUKUN PUASA




A.     Syarat Wajib Puasa

Ada 4 syarat wajibnya puasa yaitu:
1.       Islam,
2.       Berakal,
3.       Sudah Baligh,
4.       Mengetahui wajibnya puasa.

B.      Syarat Wajibnya Penunaian Puasa

Syarat wajib penunaian puasa, yaitu artinya ia mendapati waktu tertentu, maka ia dikenakan kewajiban puasa. Syarat yang dimaksud adalah sbb:

1.      Sehat, tidak dalam keadaan sakit.

2.      Menetap, tidak sedang safar (perjalanan jauh). Dalil kedua syarat ini adalah firman Allah Ta’ala,

“Dan barangsiapa yang dalam keadaan SAKIT atau SAFAR (dalam perjalanan) (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185)

3.      Suci dari haidh dan nifas. Dari Mu’adzah dia berkat, “Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, ‘Kenapa gerangan wanita yang haidh mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, “Apakah kamu golongan Haruriyah?’ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga pernah mengalami haidh, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’,” (HR. Muslim no. 335)
Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haid dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqadha’ puasa. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28: 20-21).

C.      Syarat Sahnya Puasa

Ada dua macam syarat sahnya puasa, yaitu:
1.      Dalam keadaan suci dari haid dan nifas. Syarat ini adalah syarat terkena kewajiban puasa dan sekaligus syarat sahnya puasa.
2.      Berniat. Niat merupakan syarat sahnya puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat. Dalilnya adalah sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, “Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)

Namun, perlu diingat! Bahwa niat tersebut bukanlah diucapkan (dilafadzhkan). Karena yang dimaksud niat adalah kehendak untuk melakukan sesuatu dan niat letaknya dihati. NIAT TIDAK PERLU DIUCAPKAN DENGAN “NAWAITU SHOUMA GHODIN...”. JIKA SEORANG MAKAN SAHUR, PASTI IA SUDAH NIAT DALAM HATINYA UNTUK PUASA. Agama ini sungguh tidak mempersulit umatnya.

D.     Wajib Berniat Sebelum Fajar (Waktu Subuh)

Dalilnya adalah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Hafshoh – istri Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam - , Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.” (HR. Abu Dawud no. 2454, Tirmidzi no. 730, Nasa’i no. 2333)

            Adapun dalam puasa sunnah boleh berniat setelah terbit fajar menurut pendapat jumhur. Hal ini dapat dilihat dari prebuatan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah berkata, “Pada suatu hari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, <Apakah kamu memiliki makanan?> Kami menjawab,<<Tidak ada>> Beliau berkata, <Kalau begitu, saya akan berpuasa> Kemudian beliau datang lagi dilain hari dan kami berkata, <<Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (Makanan terbuat dari kurma, samin, dan keju).>> Maka beliau berkata, <Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa.>
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ini dalil mayoritas ulama, bahwa boleh berniat disiang hari sebelum waktu Zawwal (matahari bergeser kearah barat) pada puasa sunnah.” Disini disyariatkan bolehnya niat puasa sunnah di siang hari yaitu sebelum niat belum melakukan pembatal puasa.

E.      Rukun Puasa

Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalan menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih  dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam. (QS. Al Baqarah: 187).
 Yang dimaksud dari ayat adalah, terangnya siang dan gelapnya malam dan bukan yang dimaksud benang secara hakiki.

Facebook Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar